Pertengkaran rumah tangga sendiri bukanlah suatu yang perlu ditakuti, seakan-akan bisa menghancurkan rumah tangga. Bisakah anda bayangkan sepasang suami istri yang terus menerus rasional menganalisis berbagai masalah secara matang dan dewasa tanpa emosi? Pasti akan sangat melelahkan.
Pernikahan memberi kesempatan pada dua manusia untuk saling merasakan cinta yang mendalam, tetapi juga dapat membangkitkan amarah dan benci yang paling intens. Pernikahan melibatkan perasaan saling bergantung dan saling membutuhkan. Siapapun yang merasa kehilangan antara sifat bergantung dan saling membutuhkan, tentu akan muncul sifat geram, yang kemudian akan timbul pertengkaran.
Sebenarnya pertengkaran adalah sesuatu yang wajar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah ikatan batin yang penuh makna di kedua belah pihak. Mungkin anda sudah mengatahui hal ini, tetapi tahukah anda bahwa terdapat berbagai macam cara bertengakar, ada yang fair dan juga tidak. Berikut adalah contohnya, mungkin anda masuk didalamnya dan cobalah mengenali diri anda.
Menusuk di tempat yang sensitif
Semua orang memiliki sisi lemah dalam dirinya dan bertengkat dengan menusuk seperti ini tidaklah fair. Contoh. “Terang saja kamu nggak mau pindah dinas ke daerah karena itu artinya kamu akan bertemu lagi dengan bambang yang dulu merebut bekas pacar kamu!”
Ahli sejarah
Dalam pertengkaran ini, semua masa lalu yang tidak berhubungan dengan masalah pertengkaran muncul kepermukaan. Misalnya, “Saya tahu kamu nggak suka dengan ibu saya. Makanya waktu ibu berkunjung lebaran tahun lalu, kamu tidak sopan sama sekali!” “Oh ya, tapi ibumu yang sering menyakiti saya waktu kita tinggal bersama-sama. Waktu kiki baru lahir, ibumulah yang mencela saya tak becus ngurusi bayi!!”
Tukang sampah
Dalam pertengkaran ini, suami istri menumpahkan semua hal ke dalam pertengkaran. Misalnya., “Coba lihat tagihan rekening bulan ini! Boros betul, sih.” “Alaa, kalau gajimu cukup, kita nggak akan bisa terlibat hutang seperti ini. Kamu sih, laki-laki nggak punya ambisi sama sekali.” “Jangan sok ngurusi pekerjaan laki-laki, kamu persis ibumu…nuntut ini dan itu” “Ibuku? Tahu nggak, justru ibumu yang selalu mau campur tangan urusan rumah tangga kita!!”
Tabrak lari
Dalam pertengkarang seperti ini, suami atau istri berusaha memberikan pukulan terakhir sebelum melarikan diri. Pendeknya, berusaha memutuskan komunikasi lebih lanjut. Misalnya, “kalau begitu, saya tidak peduli lagi!! Saya akan pergi saja dari rimah ini!”
Monolog
Mungkin anda juga pernah melihat pertengkaran seperti ini. Salah satu pihak terus menerus membombardir pasangannya tanpa memberikan kesempatan untuk bicara. Jika anda seperti itu, maka artinya anda sedang bermonolog.
Si pasif yang agresif
Suami istri kelihatan pasif, berdiam diri tanpa membalas, tetapi sebenarnya agresif. Lebih jelasnya, sikap berdiam diri tanpa membalas, tetapi menyimpan amarah, benci, dendam, atau bahkan caci maki dalam hati. Berdiam bisa berarti, diam saja, lupa terus menerus, melakukan sesuatu yang tidak disukai pasangan terus menerus, menjauh dari rumah, itulah bentuk pertengkaran pasif agresif
Ahli analisis
Ini termasuk trend baru dalam pertengkaran. Suami atau istri berusaha menjelaskan sifat pasangannya dengan berbagai analisis. Contohnya, “Alaa, terang saja kamu merasa nggak betah di RT sini, soalnya kamu kan minder dan segan bergaul dengan orang-orang disini!”
Pada artikel sebelumnya telah disebutkan tujuh tipe pertengkaran antara suami istri dalam kehidupan rumah tangga, berikut adalah lanjutan beberapa tipe tersebut dan cara menghindari pertengkaran yang tidak fair atau menyakitkan bagi kedua belah pihak.
Menggeneralisasi
Dalam pertengkaran ini, suami atau istri melemparkan kesalahan begitu luas sehingga tidak bisa dibuktikan. “Pokoknya, dimata kamu, aku selalu salah. Tidak ada satu pun yang aku bisa lakukan untuk menyenangkan kamu!”
Pertanyaan yang menjatuhkan
Dalam pertengkaran seperti ini, salah satu pihak melemparkan pertanyaan yang dapat menjatuhkan pasangannya. Misalnya, “Kenapa sih kamu nggak bisa hemat sedikit?” atau “Kenapa sih, kamu nggak bisa lebih jantan dan tegas menghadapi orang lain?” Si penanya sama sekali tidak ingin tahu apa jawaban pasangannya.
Mengancam
Mungkin anda sudah tahu model pertengkaran dengan bentuk ancaman. Pesan yang ada disini adalah: Untuk jangka pendek, ancaman-ancaman seperti ini mungkin akan berhasil. Tetapi untuk memelihara kelanggenan pernikahan anda, ancaman seperti ini sama sekali tidak ada gunanya.
Bercanda
Mungkin pernah anda saksikan suami yang berusaha mengubah suatu protes istrinya menjadi olok-olok. Sesudah teriakan dan air mata si istri, si suami tertawa lalu berkata, “Sudah deh, besok kan hari gajian.” Pertengkaran seperti ini sering menunjukkan bahwa salah satu pihak menganggap pasangannya tidak perlu terlalu dianggap serius.
Menggunakan perantara
Mungkin anda pernah melakukan hal yang sama, yakni menyatakan ketidakpuasan anda melalui pihak ketiga, “Aduh, maaf kami telat, Bu Jono. Maklum, suami saya malas sekali.” Atau “Bagaimana tidak terlambat Bu Jono, soalnya Elida kalau dandan…lama sekali.”
Mengubah pembicaraan
Anda mengubah topik pembicaraan, meskipun pasangan anda sudah memberi tanda bahwa ingin membicarakan sesuatu. “Saya sedang cemas dengan rapor si Andi.” “Aku juga. Oh ya, omong-omong, tadi saya ketemu Mariam dan dia bilang suaminya….”
Tak mengacuhkan
Contohnya seperti, “Saya nggak tahan kalau kamu terus-terusan meributkan soal saya meletakkan sepatu bukan pada tempatnya. Hari ini saya capek sekali di kantor dan kamu ribut soal sepatu…”
Menumpahkan amarah
Suami atau istri, misalnya, melempar atau merusak barang karena marah. Dengan kata lain, menyatakan amarah dengan tingkah laku dan bukan dengan kata-kata.
Pertengkaran fisik
Suami atau istri menggunakan kekuatan fisik untuk menyakiti pasangannya.Ini adalah salah satu bentuk pertengkaran yang paling tidak fair. Jika anda mengalami hal ini, minta pertolongan pada ahli sesegera mungkin.
Begitu banyak cara bertengkar yang dianggap tidak jujur dan tidak fair. Bagaimana bisa menghindarinya? Ada dua hal yang perlu anda ingat untuk itu. Yang pertama adalah bahwa anda bertengkar bukan untuk sekadar bertengkar atau mencari kalah menang, tetapi mencari jalan keluar yang paling baik bagi kedua belah pihak,
Yang kedua adalah menyadari, setiap orang memiliki ambang kelemahan (psychological belt-line). Usahakan agar anda bisa tetap respek pada pasangan dan jangan menyerang ambang kelemahannya, karena itu tindakan menyakiti yang paling tidak bijaksana.
Dengan mengingat dua pegangan sederhana itu, rasanya anda akan bisa menegoisasikan berbagai konflik dalam hubungan berumah tangga. Anda akan bisa bertengkar tanpa mengancam keharmonisan rumah tangga anda.
SOURCE:::::::::::::::::::::::::::::::::::::psikologizone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar