PUTRICANDRAMIDI -
VIVAnews - Pemerintah menyatakan kenaikan harga pangan di dalam negeri dan dunia saat ini sedang tidak normal dan akan segera membuat langkah-langkah stabilisasi pangan.
"Saya dengar masukan-masukan bahwa situasi saat ini sedang tidak normal," kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa Hatta Rajasa di sela rapat koordinasi Persiapan World Economic Forum (WEF) di kantornya, Jalan Wahidin, Jakarta, Kamis 20 Januari 2011.
Untuk itu, menurut Hatta, pemerintah akan membahas semua prosedur terkait upaya pemerintah melakukan upaya stabilisasi harga. Menteri Keuangan Agus Martowardojo pun menyatakan melambungnya harga pangan dunia bisa membahayakan posisi Indonesia. Ini karena sejumlah eksportir pangan menahan tidak menjual stok bahan makanan.
"Bila produsen pangan menahan ekspor, ini bisa membahayakan Indonesia," kata Agus, belum lama ini.
Data terbaru Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) juga mengkonfirmasikan kekhawatiran pemerintah mengenai ancaman melambungnya harga pangan.
Data tersebut menyebutkan pada Desember 2010, Indeks Harga Pangan FAO rata-rata mencapai 215 poin, atau naik empat persen dibanding November 2010.
Bahkan, level Indeks Harga Pangan selama Desember itu lebih tinggi satu poin di atas puncaknya yang terjadi pada awal musim panas 2008. Kenaikan tertinggi tercatat untuk indeks harga gula, minyak nabati dan hewani.
Selama periode Desember 2010, indeks naik 25 persen dibanding Desember 2009. Indeks Harga Sereal, seperti beras, gandum, dan biji-bijian seperti jagung, meningkat 238 poin, atau enam persen lebih tinggi dibanding November dan 39 persen dari Desember 2009.
Namun, Indeks Harga Sereal selama periode itu masih lebih rendah 13 persen atau 36 poin di bawah puncaknya pada Juni 2008.
Sementara itu, produksi sereal dunia merosot dari periode tanam 2008/2009 sebanyak 2.285,7 juta ton menjadi 2.260,5 juta ton (estimasi 2009/2010) dan 2.229,4 juta ton untuk proyeksi 2010/2011. Penurunan untuk periode tanam 2009/2010 dibanding 2010/2011 diperkirakan sekitar 1,4 persen.
Bahkan, produksi sereal di negara maju diprediksi anjlok hingga 7,6 persen dari 1.024,3 juta ton pada periode tanam 2009/2010 dibanding 2010/2011 yang diperkirakan hanya 946,8 juta ton.
Tapi, untuk negara berkembang, selama periode tanam yang sama, produksi justru diproyeksikan naik 3,8 persen dari 1.236,1 juta ton menjadi 1.282,6 juta ton.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut FAO, produksi sereal Indonesia masih meningkat dari 76,6 juta ton pada 2008 menjadi 82 juta ton (2009) dan proyeksi 83,8 juta ton selama 2010. Kenaikan untuk periode 2009 dibanding 2010 sekitar 2,2 persen.
Meski demikian, harga beras terus naik pada November 2010 dengan harga rata-rata nasional mencapai rekor Rp8.668 per kilogram atau meningkat sekitar 29 persen dibanding awal tahun lalu. Kenaikan harga dari pertengahan 2010 itu mengikuti lonjakan di pasar global.
Indonesia selama ini dikenal sebagai pengimpor beras dalam jumlah besar, terutama dari Thailand dan Vietnam. Impor dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan stok beras nasional dan menurunkan harga domestik.
Namun, Kepala Badan Pusat Statisik (BPS), Rusman Heriawan, memperingatkan bahwa dua negara eksportir beras terbesar dunia, yakni Vietnam dan Thailand akan menahan ekspor pangannya tahun ini. Mereka akan menjaga stok domestik karena lonjakan harga beras dunia.
Menurut Menteri Keuangan, bila harga komoditas di pasar dunia terus melambung, laju inflasi yang tidak terkendali akan terjadi Hal ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun lalu. Saat itu laju inflasi jauh melesat di atas target pemerintah.
"Kalau inflasi yang meningkat, rakyat langsung kena karena daya belinya hilang," ujar dia.
Di sejumlah Pasar Induk Jakarta, harga beras berdasarkan pantauan VIVAnews.com masih cukup tinggi. Sejak awal pekan ini, rata-rata kenaikan harga beras mencapai Rp100 per kilogram.
Di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, harga untuk beras kualitas pertama IR 64 naik dari Rp7.400 menjadi Rp7.500 per kilogram. Beras jenis Segon Bandung juga melambung menjadi Rp8.400 dari Rp8.300 per kilogram.
Namun, jenis beras murah kualitas ketiga IR 64 harganya cenderung turun dari Rp6.600 menjadi Rp6.500. Operasi pasar beras yang dilakukan pemerintah melalui Bulog juga dinilai belum maksimal. Saat operasi pasar dengan beras asal Vietnam dan Thailand, harga beras memang turun. Namun, ketika operasi pasar berakhir, harga beras pun kembali beranjak naik.
Andang (40), pemilik toko beras Sami Auw di Pasar Induk Cipinang juga menuturkan bahwa operasi pasar beras yang dilakukan pemerintah sebenarnya tidak terlalu berpengaruh untuk menekan harga. "Karena itu hanya berpengaruh untuk menekan harga beras kualitas rendah," kata dia kepada VIVAnews.com.
SOURCE:::::::::::::::::::::::::::::::::::::VIVAnews.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar