PENEMU: Ketiga peneliti dari Universitas Tanjungpura Pontianak,
Ferry Hadary, Farah Diba dan Seno Darmawan Panjaitan di depan Kyoto University, Japan.Istimewa
Tiga peneliti Untan, Farah Diba, Ferry Hadary, dan Seno Darmawan Panjaitan, berhasil menemukan alat pengendali rayap tanah dengan gelombang elektromagnetik. Kini mereka mematangkan kemampuan alat pengendali itu di Universita Kyoto Jepang. Peneliti Jepang memberikan apreasiasi atas penemuan teknologi ramah lingkungan ini.
RAYAP tanah merupakan serangga yang menjadi ancaman pada bangunan, baik perumahan, perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hotel, dan apartemen. Tidak ada bagian dari lingkungan pemukiman yang steril dari serangan rayap. Di sisi lain, pengendalian terhadap rayap selama ini menggunakan bahan kimia yang memiliki efek negatif dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan serta mengganggu kesehatan manusia. Untuk itu, upaya eksplorasi penggunaan teknologi pengendali rayap tanah tanpa bahan kimia dan dapat berperan sebagai pengendali rayap perusak bangunan sangat penting dan diperlukan.
Inilah yang mendorong tiga dosen Universitas Tanjungpura Pontianak untuk meneliti teknologi pengendalian rayap yang ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia, tidak berbau, tidak berisik, mudah diaplikasikan, murah serta aman untuk manusia. Latar belakang keilmuan yang berbeda dari ketiga peneliti tersebut, yaitu Dr. Farah Diba, S.Hut, M.Si (Fakultas Kehutanan, bidang Entomologi Hutan), Dr.Eng. Ferry Hadary, S.T., M.Eng. (Fakultas Teknik, bidang Teknik Kendali dan Komputasi) dan Dr Ing. Seno Darmawan Panjaitan, S.T., M.T (Fakultas Teknik, bidang Teknik Kendali dan Otomatisasi), menjadi daya dukung mereka untuk berkolaborasi menemukan teknologi tersebut.
Dana hibah yang diperoleh dari DIKTI dalam bentuk Penelitian Kerjasama Luar Negeri dengan mitra kerja yaitu Prof Dr Tsuyoshi Yoshimura dari Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Kyoto University, Japan diharapkan semakin mendukung keberhasilan penelitian.
Teknologi yang dijadikan sebagai alternatif pada penelitian adalah dengan memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini merupakan kombinasi medan listrik dan medan magnet yang berosilasi dan merambat melalui ruang serta membawa energi dari satu tempat ke tempat lain.
Untuk dapat menganalisis prilaku rayap, maka ketiga peneliti ini harus mengkalibrasi, menentukan dan mengkombinasikan nilai frekuensi, amplituda serta mengetahui karakteristik medan elektromagnetiknya.
Penelitian dimulai dengan membuat alat pengendali yaitu dengan menggunakan kapasitor, trafo step-down, IC pembangkit gelombang sinus, resistor, potensiometer, kabel plastik, inti besi (ferit), dan lilitan kawat. Semua komponen ini didesain dalam sebuah media tembus pandang. Alat ini memiliki dua pilihan tegangan sumber, 220 V dan 100 V AC sehingga dapat diuji baik di Indonesia maupun di Jepang yang memiliki standar tegangan yang berbeda.
Antena pemancar gelombang elektromagnetik kemudian diletakkan dalam media pengujian tembus pandang yang didalamnya terdapat rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Jenis rayap ini tergolong rayap ganas yang serangannya pada bangunan tidak hanya terdapat di Pontianak tetapi juga di seluruh kota besar di Indonesia. Jumlah rayap yang digunakan pada masing-masing pengujian adalah 50 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit. Variasi frekuensi yang diujikan adalah 30 Hz sampai 350 kHz yang dimonitor dengan menggunakan osiloskop digital.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Laboratorium Teknik Kendali, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura dengan menggunakan alat pengendali ini memperlihatkan hasil yang sangat baik. Pada setiap rentang frekuensi dan variasi waktu yang berbeda menunjukkan instabilitas prilaku rayap. Bahkan penggunaan frekuensi pada kisaran 300 kHz membuktikan efektivitas dari alat ini, yaitu matinya semua rayap yang disimpan pada media pengujian.
Untuk menguji faktor keamanan (safety factor) dari nilai frekuensi yang telah diperoleh di Indonesia, maka penelitian selanjutnya dilakukan di Jepang. Di RISH, Kyoto University, penelitian difokuskan untuk mengetahui nilai medan listrik (V/m), medan magnet (A/m) dan radius pancaran gelombang elektromagnetik dari alat yang telah didisain tersebut dengan menggunakan sensor yang juga akan didesain khusus. Sebagai contoh hasil penelitian dari peneliti lain disebutkan bahwa lemari es menghasilkan medan listrik 60 V/m, sedangkan selimut listrik 250 V/m. Ini berarti jika nilai medan listrik dari penelitian dalam kisaran angka tersebut maka alat yang telah didesain tersebut aman untuk manusia.
Prof. Dr. Tsuyoshi Yoshimura yang merupakan mitra kerja ketiga peneliti dari Universitas Tanjungpura ini tidak hanya memberikan apresiasi tinggi terhadap kerja keras mereka, bahkan menganjurkan untuk segera mengajukan paten internasional jika alat pengendali tersebut dapat bekerja dengan baik. Tentunya ini akan membanggakan masyarakat Kalimantan Barat, khususnya untuk Universitas Tanjungpura.(man)
=================================
SIAPA FARAH DIBA...?
Pekerja rayap merupakan anggota koloni yang terbesar, tidak kurang dari 80% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja berfungsi mengambil telur yang dikeluarkan ratu rayap, meletakkan telur di tempatnya, mencari makan, membangun sarang, membersihkan badan ratu, memberi makan ratu dan raja serta prajurit rayap.Sifat rayap yang saling memberi makan disebut dengan trofalaksis. Pekerja rayap mengatur efektivitas dari koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah, ‘malas bekerja’ atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Sifat ini disebut dengan necrofagy.
Makanan rayap ini telah uji coba pada berbagai jenis kayu berselolusa. Berkat ilmu rayap ini, Farah dipercaya memperbaiki ruang kerja Megawati Sukarnoputri, saat masih menjabat sebagai Presiden, 2003. Setahun berselang, dirinya kembali mendapat kepercayaan mengatasi serangan rayap di Keraton Surakarta Hadinigrat, Solo. Kepercayaan yang sama juga diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2005, dirinya didaulat untuk membasmi rayap yang menyerang ruang tunggu tamu pribadi di Istana Merdeka, Jakarta.
Kepiawaiannya dalam mengatasi serbuan rayap juga telah mengantarkannya sebagai pembicara di seminar internasional tentang rayap di Bali pada 2008, di Jepang pada 2009 dan di Singapura pada 2010.Farah Diba, lahir di Pontianak pada 16 November 1970. Menyelesaikan pendidikan sarjana pada 1994 di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, kemudian bekerja sebagai Dosen Fakultas Kehutanan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, di Universitas Tanjungpura. Melanjutkan studi Magister Sains dalam bidang Etnomologi Hutan di Program Pascasarjana IPB pada 1997 dan lulus tahun 1999, melanjutkan studi doktoral dalam bidang yang sama di IPB dan lulus pada Juli 2006. (*)
SOURCE:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::http://www.pontianakpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar