VIVAnews - Sebagai seorang mahasiswa biologi  kelautan di tahun 1980-an, Brent Constantz terkejut saat menemukan  betapa mudahnya batu karang mengubah massa hanya menggunakan air laut.  Caranya, mereka mengkombinasikan kalsium dan bikarbonat yang ada di air  laut menjadi kalsium karbonat yang mengkristal dan kemudian menjadi  eksoskeleton tahan lama.
Constantz lalu menghabiskan dua dekade  berikutnya memikirkan cara bagaimana mengaplikasikan trik serupa  terhadap tulang manusia. Akhirnya, setelah mendaftarkan 60 hak paten dan  mendirikan dua perusahaan, kini tulang buatannya digunakan di seluruh  dunia.
Meski demikian, ia tidak berhenti memikirkan batu karang.  Akhirnya, pada tahun 2007 ia mendapatkan ide untuk membuat semen jenis  lain yang bisa digunakan untuk membangun gedung.
Sama seperti  koral, semen dari batu kapur juga mengkristal di air. Jika diberi  campuran tambahan seperti pasir atau kerikil, campuran itu akan menjadi  beton yang murah namun tahan lama.
Yang jadi masalah, pembuatan  semen membutuhkan pemanasan batu kapur hingga 1.400 derajat Celsius. Ini  menyebabkan batu kapur mengeluarkan karbondioksida. Hasilnya, menurut  US Department of Energy, pabrik semen telah menjadi sumber emisi  karbondioksida terbesar di luar konsumsi bahan bakar fosil.
Ironisnya,  kebutuhan atas semen kini semakin meningkat, khususnya di negara-negara  kekuatan ekonomi baru. Sebagai contoh, di China, per tahun, sekitar 15  juta orang telah bermigrasi dari pedesaaan ke kota, dan berbagai proyek  pembangunan terus mengikuti laju migrasi tersebut.
Constantz  melihat peluang bahwa produsen semen, dengan meniru trik karang, dapat  memenuhi permintaan pasar sekaligus mengurangi jumlah karbondioksida  yang dilepaskan ke atmosfir. Selain itu, mereka juga bisa menyerap bahan  baku dari pelepas karbondioksida terbesar di dunia, yakni pembangkit  tenaga listrik.
Pada tahun 2009, perusahaan terbaru Constantz,  Calera, mulai menerapkan teori ini secara langsung pada sebuah  pembangkit listrik berdaya 1.000-megawatt di Moss Landing, California.
Insinyur  yang ada di sana menyemprotkan air laut kaya mineral atau air garam ke  gas buangan yang ditangkap dari cerobong asap pembangkit listrik itu.  Kalsium pada air mengikat karbon yang menjadi sumber polusi dan  membentuk semen.
Constantz mengatakan, pabrik percontohan yang  ia buat mampu memproduksi hingga 1.100 ton semen per hari dengan  memanfaatkan 550 ton karbon dioksida. 
“Semua terinspirasi dari  makhluk laut yang selama paling tidak 600 juta tahun terakhir telah  menyerap karbon dioksida dalam kerangka mereka, yang telah dipadatkan  dari waktu ke waktu untuk membentuk batu kapur,” kata Constantz, seperti  diberitakan PopSci pada 10 Januari 2010.
Padahal, kata  Constantz, batu kapur itu selama ini lalu dipanaskan untuk membuat  semen. Jadi, ia menyimpulkan, “Daripada mengubah batu menjadi  karbondioksida, mari kita mengubah karbondioksida menjadi batu.” (kd)
Minggu, 09 Januari 2011
Peneliti Temukan Semen Terbuat dari Asap
Asap buangan pabrik pembangkit listrik bisa dibuat menjadi semen (thinkquest.org)
 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar