Kamis, 07 Oktober 2010

4 Alasan Gugatan RMS Tak Perlu Dikhawatirkan

PUTRICANDRAMIDI - Okezone
(Dok: Radio Netherlands Worldwide)

JAKARTA - Pengamat hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengatakan, putusan Pengadilan Den Haag terkait gugatan Republik Maluku Selatan (RMS) versi terjemahan tidak resmi sebagaimana dipublikasikan KBRI Den Haag kemarin siang, menyatakan proses hukum yang dilakukan RMS tidak sespektakuler yang disampaikan oleh para pejabat di Indonesia.

Meksi demikian, proses pengadilan itu sudah berakibat pada penundaan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda.

Menurut Hikmahanto ada empat alasan untuk menyimpulkan proses hukum yang diajukan RMS tidak spektakuler.

“Pertama, putusan tersebut merupakan putusan dalam ranah hukum perdata karena Perkara Nomor 377038/KGZA 10-1220 diputus oleh Pengadilan Den Haag sektor Hukum Perdata. Dalam hukum perdata tidak ada proses penangkapan atau penahanan,” beber Hikmahanto dalam keterangannya kepada okezone, Jumat (8/10/2010).

Hikmahanto melanjutkan, bila memperhatikan putusan Pengadilan Den Haag, tidak ada kata-kata penangkapan atau penahanan.

Dalam hukum perdata, sambungnya, kalaupun tindakan yang mirip dengan penahanan, maka tindakan tersebut merupakan penyanderaan. Sementara penyanderaan yang dilakukan seperti diatur dalam hukum perdata, hanya terkait dengan kewajiban utang dalam proses kepailitan.

“Kedua, dalam perkara tersebut yang menjadi pihak tergugat bukanlah pemerintah, Presiden atau Negara Republik Indonesia. Pihak tergugat adalah Negara Belanda yang dalam hal ini adalah Kementerian Urusan Umum dan Kementerian Luar Negeri,” jelas Hikmahanto.

Sementara, pihak penggungat antara lain adalah Pemerintahan Pengasingan RMS, yaitu Johannes Gerardus Watilete dan Johnson Panjaitan.

“Ketiga, terkait dengan substansi yang diminta dalam tuntutan perdata ini adalah agar Kemenlu Belanda mencabut imunitas yang ada pada SBY sebagai Kepala Negara ketika berkunjung ke Belanda. Meskipun dokumen lengkap tidak dipublikasikan dan diterjemahkan, namun ini dapat disimpulkan pada bunyi putusan diktum pertama yang berbunyi, 'Menolak tuntutan yang diajukan',” terangnya.

Kalaupun Pengadilan Den Haag mengabulkan tuntutan agar imunitas Presiden SBY selama di Belanda dicabut, maka ini tidak akan dilakukan, karena dalam hukum internasional, kepala negara memiliki imunitas yang harus dihormati oleh negara yang mengundang. Pencabutan imunitas akan mempermalukan negara pengundang dan tentu akan berakibat pada memburuknya hubungan kedua negara dan rakyat.

“Keempat, Kort Geding adalah permintaan putusan sela oleh para penggugat. Sehingga terjadinya waktu pengambilan putusan oleh pengadilan dengan kedatangan Presiden ke Belanda bukanlah keinginan Pengadilan, melainkan skenario yang diatur oleh pihat penggugat yaitu RMS dan kawan-kawan,” ungkapnya.
(ton)

JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR ANDA.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Fashion & Shopping (Luxury) - TOP.ORG